Showing posts with label Kosmologi. Show all posts
Showing posts with label Kosmologi. Show all posts

3 Hipotesis Geometri Alam Semesta

Geometri Alam Semesta
Kelengkungan Ruang Waktu. Kredit: ScienceNews.org

Albert Einstein mengemukakan Teori Relativitas Umum pada tahun 1915.

Ide utama dari teori ini adalah bahwa gravitasi itu tidak lebih dari konsekuensi pembengkokan ruang dan waktu disekitar benda yang bermassa besar .

Jadi, massa dapat mendistorsi ruang waktu disekitarnya.

Jika ada suatu partikel bergerak mendekati benda bermassa besar tersebut, maka partikel itu harus mengubah arah gerak/orbitnya agar mengikuti geometri ruang waktu tersebut bahkan cahaya sekalipun !.

Contoh : orbit planet mengelilingi matahari, gravitational lens, dan lain-lain.

Geometri ruang waktu sendiri akan melengkung oleh massa.

Dalam beberapa situasi dimana medan gravitasi tidak terlalu kuat, teori Einstein dapat memberikan hasil yang sama seperti hukum kuadrat terbalik Newton.

Pada tahun 1917, Einstein mengaplikasikan teori relativitas umum untuk membuat model alam semesta.

Untuk melakukan hal ini, ia membuat asumsi yang sangat dramatik bahwa dalam skala besar alam semesta haruslah:
(a) homogen (semua orang melihat gambar yang sama saat memandang alam semesta) dan
(b) isotropik (alam semesta terlihat sama dari segala arah).

Einstein menggunakan asumsi tersebut (sekarang dikenal sebagai prinsip kosmologi) untuk membuat model alam semesta yang statis dimana gaya tarik gravitasi antar galaksi, akan cenderung menarik mereka semua bersama-sama dan akhirnya dapat menghancurkan alam semesta itu sendiri (Big Crunch).

Oleh karena itu, Einstein membuat solusi dengan menambahkan "Konstanta Kosmologis" dalam persamaannya.

Konstanta kosmologis adalah suatu konstanta yang berfungsi menahan alam semesta agar tidak runtuh karena gravitasi dan membuatnya tetap statis (tidak ekspansi).

Dugaan Einstein bahwa alam semesta haruslah sangat sederhana (homogen dan isotropik) dapat dikonsfirmasi dengan keakuratan yang sangat tinggi pada saat ini karena sudah banyak wahana - wahana antariksa yang di terbangkan ke luar angkasa dan sudah meneliti banyak hal tentang kosmologi.

Namun, dugaan Einstein bahwa alam semesta haruslah statis langsung menemui masalah besar pada tahun 1931 ketika Hubble menyatakan bahwa ternyata alam semesta itu mengembang.

Critical Density dan Density Parameter

Sesuai dengan hukum relativitas yang sudah dijelaskan diatas, kita tahu bahwa geometri ruang dan waktu akan berubah akibat dari benda yang bermassa besar.

Nah, konsekuensi dari pembengkokan ruang waktu ini juga bisa kita aplikasikan pada geometri alam semesta.

Masih ingat kan kalau massa jenis itu berbanding lurus terhadap massa?

Jadi, semakin besar massa maka akan semakin juga massa jenisnya dan tentunya gravitasi juga akan bertambah kuat.

Dalam kosmologi, ada suatu titik kerapatan dimana saat alam semesta mencapai suatu kerapatan tertentu maka alam semesta tidak akan mengembang selamanya (dalam suatu masa akan berhenti berekspansi) dan juga tidak akan runtuh akibat gravitasinya sendiri.

Para ilmuwan menyebut titik kerapatan ini sebagai kerapatan kritis (Critical Density).

kerapatan kritis alam semesta saat ini adalah sekitar 10-26 kg/m3 (atau 10 atom hidrogen per meter kubik) yang dihasilkan dari persamaan:
geometri bentuk alam semesta
Critical Density. KreditTexas A&M Journal

H adalah konstanta Hubble dan G adalah konstanta gravitasi.

Nilai yang dihasilkan dari ρc, bergantung pada Konstanta Hubble (H = 71 km/s/Mpc). 

Semakin besar keakuratan H, maka nilai ρc akan semakin presisi.

Persamaan lain yang berguna berkaitan dengan kerapatan materi adalah Parameter kerapatan (Density paramater), yang dirumuskan sebagai:

geometri bentuk alam semesta
Density Parameter. Kredit: Caltech

di mana ρ adalah densitas teramati dari alam semesta dan ρc adalah densitas kritis. 

Nasib geometri alam semesta di masa yang akan datang dapat didefinisikan dalam Ω.

Jika:
  1. Ω < 1  maka akan menghasilkan geometri alam semesta terbuka (Open Universe).
  2. Ω = 1  maka akan menghasilkan geometri alam semesta datar (Flat Universe).
  3. Ω > 1  maka akan menghasilkan geometri alam semesta tertutup (Closed Universe).

Mari kita bahas satu persatu...

  • Jika kepadatan materi di alam semesta  tinggi, gravitasi akan memperlambat ekspansi sampai berhenti dan akhirnya kembali runtuh karena gravitasinya sendiri (Big Crunch). Dalam alam semesta ini, sinar cahaya paralel akan berkumpul di beberapa titik yang sangat jauh. Ini disebut sebagai geometri bola atau geometri tertutup.
  • Jika kepadatan materi di alam semesta rendah, gravitasi tidak cukup untuk menghentikan ekspansi, dan alam semesta terus mengembang selamanya (meskipun pada tingkat yang semakin menurun). Dalam alam semesta ini, sinar cahaya paralel akan menyimpang. Ini disebut sebagai geometri hiperbolik atau geometri terbuka.
  • Seimbang di ujung pisau antara alam semesta dengan kepadatan materi tinggi dan rendah, ada sebuah alam semesta di mana sinar cahaya paralel akan tetap paralel. Ini disebut sebagai geometri datar. Kerapatan materi pada alam semesta ini sama dengan kerapatan kritis. Dalam kepadatan alam semesta kritis, ekspansi dapat dihentikan hanya setelah waktu yang tak terbatas (infinite).

Tiga geometri yang mungkin bagi alam semesta. Dalam alam semesta dimana densitas materi tinggi (tertutup/bola), sinar cahaya paralel (garis biru) akan bertemu di satu titik. Dalam alam semesta dimana densitas materi rendah (terbuka/hiperbolik), sinar cahaya paralel akan menyimpang saling menjauhi. Dalam alam semesta dimana kerapatan materi sama dengan 'kerapatan kritis' (datar/flat), cahaya yang bergerak paralel akan tetap paralel.
Kredit: Swinburne University

Sekarang kita tahu bahwa kerapatan itu dapat mempengaruhi bentuk alam semesta.

Untuk mengetahui kerapatan alam semesta itu sendiri ada dua pendekatan yang dipakai para ilmuwan yaitu:

1. Pendekatan Perhitungan (The Accounting Approach)

Pendekatan accounting di mana salah satu upaya untuk memperkirakan massa jika diberikan volume (besar) dari alam semesta dengan mengukur massa benda dalam volume.

Massa dapat diperkirakan secara langsung (misalnya dengan pengukuran sifat kinematik seperti gerakan galaksi dalam cluster) atau tidak langsung dengan mengasumsikan hubungan antara luminositas dan massa galaksi dalam volume.

Metode tidak langsung ini kurang bagus karena kurangnya pengetahuan kita tentang fraksi materi gelap hadir di dalam dan sekitar galaksi.

Namun, teknik ini masih bisa digunakan, dengan asumsi yang tepat antara rasio luminositas dengan materi gelap, untuk memperkirakan massa total dalam volume.

2. Pendekatan Geometris (The Geometrical Approach)

Pendekatan ini menggunakan ide garis paralel konvergen / divergen.

Misalnya, jika alam semesta memiliki geometri tertutup dan garis paralel saling bertemu, kepadatan yang teramati dari galaksi dengan jarak yang jauh harus kurang dari kepadatan yang diharapkan oleh ekstrapolasi kepadatan galaksi lokal mundur terhadap waktu.

Di sisi lain, dalam geometri terbuka terbuka, garis paralel divergen akan menyebabkan kepadatan yang diamati dari galaksi jauh menjadi lebih besar dari yang diharapkan.

Sampai saat ini, kedua teknik mengembalikan bukti bahwa kerapatan alam semesta sepenuhnya konsisten dengan kerapatan kritis.

Cukup mengejutkan!, karena ini menunjukkan bahwa kita benar-benar seimbang di tepi pisau dan tinggal di alam semesta datar !!.


Referensi:
http://astronomy.swin.edu.au/cosmos/C/Critical+Density
https://www.ras.org.uk/publications/other-publications/2035-cosmology-flat-universe
http://astronomy.swin.edu.au/cosmos/D/Density+Parameter
http://www.springer.com/about+springer/media/springer+select?SGWID=0-11001-6-1454941-0
http://io9.gizmodo.com/the-real-reason-why-einstein-came-to-believe-in-an-expa-1525158694
http://m.teachastronomy.com/astropedia/article/Critical-Density
https://sainstory.wordpress.com/2012/09/28/antigravitasi-kosmologis/
http://www.astronomynotes.com/cosmolgy/s9.htm#A2.2
http://staff.fisika.ui.ac.id/tmart/universe.html
http://map.gsfc.nasa.gov/universe/uni_shape.html
http://abyss.uoregon.edu/~js/cosmo/lectures/lec15.html

Asal Usul CMB (Cosmic Microwave Background)


Pengertian Cosmic Microwave Background (CMB)
Radiasi CMB tersebar ke segala arah. Kredit: NASA

Pasca periode inflasi, alam semesta masih berupa plasma padat dan buram dengan suhu yang sangat tinggi (dalam orde miliar kelvin).
Buat yang belum tau tentang periode-periode big bang, bisa baca di post gua sebelumnya. 

Setelah quark dan gluon bersatu membentuk proton, alam semesta sebagian besar terisi oleh proton, elektron, dan foton.

Nah, foton ini terus menerus diserap oleh proton dan elektron sehingga foton tidak bisa bepergian bebas tanpa menabrak partikel lain.

Oleh karena itu, alam semesta awal pada dasarnya sangat buram sekali karena foton tidak bisa bepergian bebas.

Barulah saat alam semesta mulai mendingin (bersuhu sekitar 2.700 celcius), proton dan elektron yang selama ini bebas berkeliaran di alam semesta, mulai menyatu satu sama lain dan membentuk atom hidrogen. Proses ini berlangsung sekitar 378.000 tahun setelah big bang.

Pada poin ini berlangsung sebuah proses yang disebut dekopel foton (photon decoupling)

Karena terjadinya proses ini, akhirnya foton dapat bergerak bebas di alam semesta tanpa terus menerus diserap oleh proton dan elektron yang sekarang sudah terikat pada atom hidrogen.

Nah, proses inilah yang meninggalkan fosil big bang berupa CMB yang dapat kita observasi saat ini, dan menjadi bukti kuat tentang kebenaran teori big bang.

CMB sendiri tersebar ke segala arah di alam semesta seperti yang di sajikan pada citra diatas. Bintik merah berarti daerah hangat, sedangkan radiasi CMB sendiri ditandai dengan warna biru


Sejarah Penemuan CMB

CMB sendiri baru teramati secara tidak sengaja pada tahun 1965 ketika astronom Arno Penzias dan Robert Wilson sedang melakukan riset untuk memperbaiki data komunikasi demi kepentingan industri. 

Pengertian Cosmic Microwave Background (CMB)
Arno Penzias dan Robert Wilson sang penemu CMB. Kredit: NASA

Dalam riset ini, mereka menggunakan teleskop radio ultrasensitif untuk menangkap sinyal satelit. Tapi anehnya, mereka menemukan derau (noise) radio yang sangat membingungkan mereka.

Awalnya, mereka mengira itu karena ada kawanan burung yang hinggap di teleskop mereka. Tetapi setelah burung dan juga kotoran mereka dihilangkan, noise radio tersebut masih tetap ada. Dan anehnya lagi, sinyal noise tersebut arah datangnya tidak bergantung pada arah teleskop dan juga waktu pengamatan.

Akhirnya Penziaz dan Wilson menyadari bahwa noise itu berasal dari alam semesta yang saat ini kita sebut sebagai CMB dan 1% dari CMB tersebut dapat kita temukan pada "semut" di pesawat televisi kita ketika kanalnya kosong.


Pengertian Cosmic Microwave Background (CMB)
1% dari CMB dapat diamati pada TV statis. Kredit: Universe Today

Berkat penemuan tersebut, Penziaz dan Wilson dianugerahi penghargaan nobel untuk bidang Fisika pada tahun 1978.

Pada pertengahan abad 20, ada dua yang teori yang menjelaskan tentang pembentukan alam semesta.

Yaitu teori Steady State yang menyatakan alam semesta sudah ada sejak awal (tidak tercipta), kepadatan seluruh alam semesta tetap sama, dan alam semesta akan tetap ada selamanya.

Dan teori Big Bang, yang menyatakan bahwa alam semesta tidak serta merta langsung ada dan kepadatan seluruh alam semesta sangat tinggi saat belum terjadi big bang.

Penzias dan Wilson saat itu berkata, jika teori big bang benar, maka alam semesta akan dipenuhi dengan radiasi CMB yang tersisa dari awal mula terciptanya alam semesta.


Hubungan Paradoks Olber's dengan CMB

Pengertian Cosmic Microwave Background (CMB)
Paradoks Olbers. Kredit: abyss.uoregon.edu

Pernah mendengar paradoks olber?

Jika belum tenang saja karena sebenarnya, paradoks ini cukup sederhana dan menarik untuk dipelajari.

Intinya adalah paradoks ini mempermasalahkan tentang langit malam hari yang gelap.

Apa maksudnya?

Jadi, seperti yang kita semua ketahui, alam semesta ini terdiri dari banyak galaksi dan setiap galaksi tersebut terdiri dari miliaran bintang. 

Nah, jika disekitar kita banyak bintang, seharusnya ketika malam hari, langit diatas kepala tidaklah gelap melainkan terang benderang karena menerima cahaya dari banyak bintang.

Inilah yang disebut sebagai Paradoks Olber's yang dikemukakan oleh Heinrich Olber (Astronom Jerman 1758 - 1840).

Lalu apa hubungan paradoks olber's dengan CMB?

Jika saat Olber's saat itu sudah mengetetahui adanya CMB, maka tentu ia tidak akan mengeluarkan paradoks ini. Mengapa demikian?

Langit terang yang dimaksud oleh Olbert adalah akibat dari foton cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm - 780 nm), sedangkan foton CMB sendiri ada pada panjang gelombang radio (sekitar 1 mm - 10 mm)

Nah, foton dari CMB ini mengisi alam semesta dengan kerapatan sekitar 400 per cm jadi kira-kira ada 400 foton yang menghujani tubuh kita setiap saat. 

Jadi, disatu sisi, mungkin pendapat olbert benar bahwa langit malam seharusnya terang karena mendapat cahaya dari segala arah.  Tetapi, sayangnya itu bukan dari cahaya tampak.

Penutup

CMB memberikan kepada kita tentang wawasan komposisi alam semesta secara keseluruhan.

Ada dark energy yang mempercepat laju ekspansi alam semesta, maupun  dark matter yang hanya bisa berinteraksi dengan alam semesta melalui gravitasi.

Materi normal (selain yang disebutkan diatas), hanya mengisi 5% dari kesuluran materi yang ada di alam semesta ini. 

Oleh karena itu, CMB merupakan temuan luar biasa yang dapat merubah cara pandang alam semesta ini

Dan juga CMB merupakan salah satu penemuan besar yang benar-benar dapat membuktikan big bang sebagai teori pembentukan alam semesta paling relevan saat ini !!.


Sekian dari saya,  Terima Kasih

Semoga Bermanfaat



Apakah yang Sebenarnya Terjadi Setelah Big Bang?

Mungkin cukup banyak diantara kita yang sudah tau tentang teori ini, tapi masih banyak juga yang belum paham betul tentang teori big bang ini,. Nah ,di kesempatan kali ini ijinkan gue untuk menjelaskan beberapa hal tentang teori ini cekidot !!..

Sejarah Teori Big Bang

Pada awalnya para pakar astronom berpendapat bahwa alam semesta itu sudah ada sejak awal dan bersifat statis. Artinya, kalau alam semesta sudah ada sudah awal , berarti alam semesta itu tidak ada yang menciptakan dan dan diem aja gitu statis (tidak mengembang). Oleh karena itu, pendapat ini disanggah oleh Edwin Hubble yang pada tahun 1929 menemukan hukum hubble yang isinya secara singkat adalah
"Pergeseran merah dari suatu galaksi jauh itu berbanding lurus dengan jaraknya".
Teori Big Bang
Edwin Hubble
img sc: kidsdiscovery.com
Artinya apa? jadi, semakin jauh jarak suatu galaksi maka semakin besar pula pergeseran merahnya , dan kecepatan menjauhi kita juga semakin besar. Dari hukum hubble ini dapat kita simpulkan secara langsung bahwa alam semesta itu tidak statis tetapi mengalami ekspansi atau mengembang.


Awal Sebelum Terjadi Big Bang

Ketika belum berekspansi, alam semesta ini benar-benar berada pada kondisi singularitas, artinya hukum-hukum fisika tidak bisa berlaku di sana. Mengapa begitu?, itu dikarenakan pada saat kita meneropong jauh pada kondisi alam semesta awal. kita benar-benar di hadapkan pada banyak kondisi "tak hingga". 

Pengertian Teori Big Bang
Ilustrasi Singularitas
img src: briankoberlein.com

Ini disebabkan pada saat itu alam semesta ini masih berupa primordial atom atau "atom purba" yang memiliki kerapatan tak hingga, suhu tak hingga, dan ukuran tak hingga (mendekati nol), inilah yang membuat hukum-hukum fisika tidak berlaku disana. 

Periode Setelah Big Bang

Big bang sendiri diperkirakan terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. dan setelah big bang, ilmuwan membagi lagi menjadi beberapa periode setelah terjadinya big bang tersebut yaitu, periode planck, periode penggabungan besar, periode elektrolemah, dan periode inflasi.


Pengertian Teori Big Bang
Ekspansi Alam Semesta
img src: www.pbs.org